Oleh: Lintang Wetan
Dalam ilmu statistik, angka-angka "berbicara" sesuatu. Artinya tidak semua hal harus dipandang secara kualitatif melulu, tapi kuantitatif juga penting. Nah sekarang mari kita lihat secara statistik, jumlah penganut agama di dunia ini. Menurut sumber wikipedia, sebagai berikut:
Kekristenan 2,1 miliar
Islam 1,3 miliar
Non-Adherent (Sekular/Ateis /Agnostik) 1,1 miliar
Hinduisme 900 juta
Agama keluarga Cina 394 juta
Buddhisme 376 juta
Paganisme 300 juta
Tradisi Afrika dan diasporik (tanah air) 100 juta
Sikhisme 23 juta
Juche 19 juta
Spiritisme 15 juta
Yudaisme14 juta
Iman Bahai 7 juta
Saksi-Saksi Yehuwa 6,5 juta
Jainisme 4,2 juta
Shinto 4 juta
Cao Dai 4 juta
Zoroastrianisme 2,6 juta
Tenrikyo 2 juta
Neo-Paganisme 1 juta
Unitarian Universalisme 800 ribu
Gerakan Rastafari 600 ribu
Dari statistik agama di atas menarik untuk dicermati bahwa Kristen dan Islam berada di jajaran tertinggi paling banyak kuantitas penganutnya. Artinya bahwa dua agama ini paling diminati di dunia, tentu saja bila kita mengabaikan kebijakan "pemaksaan agama" oleh pemerintah negara agama. Tapi setidaknya bila kita tilik dari sejak sekitar 1500 - 2000 tahun perkembangan agama ini, maka terbukti bahwa agama ini sukses menjadi pilihan sistem spiritualitas masyarakat.
Saya tidak sedang mengatakan bahwa secara substansial ajaran Kristen dan Islam lebih unggul daripada ajaran agama lain. Tetapi keunggulan kedua agama ini adalah pada sisi eksoteris-nya. Eksoteris maksudnya bahwa agama ini adalah agama yang terbuka, pragmatis, sederhana, gamblang, mudah dipahami dan mudah dijalani oleh para penganutnya, lebih-lebih kaum awam. Ibarat musik, maka Kristen dan Islam adalah jenis musik pop atau dangdut, peminatnya bisa siapa saja dan dimana saja.
Berbeda dengan agama-agama non abrahamik yang penuh pemahaman mistik, untuk mendalaminya perlu perenungan dan kontemplasi. Tidak ada pakem-pakem kaku, dogma-dogma kaku, agama dijalani dengan hati nurani dan budi pekerti. Tidak semua orang mampu bertahan dalam perenungan spiritual. Kebanyakan orang awam butuh pakem yang praktis dan sederhana. Larangan jelas dan perintah juga jelas. Hukuman jelas dan imbalan pun juga jelas.
Namun kelemahan agama-agama eksoteris adalah ia rawan dimanipulasi untuk kepentingan politik dan kekuasaan. Ketika agama eksoteris mulai dilembagakan, maka otoritas Tuhan mulai terbagi ke dalam otoritas lembaga agama. Dan ketika lembaga agama mulai berbicara, ini halal dan itu haram, maka lembaga agama mulai berfungsi sebagai perpanjangan kekuasaan Tuhan. Lebih-lebih karena tafsir atas pewahyuan Tuhan adalah nisbi, walaupun wahyu itu sendiri adalah mutlak. Sebab tafsir wahyu bukanlah domain Tuhan, tapi domainnya para pemimpin agama yang notabene adalah manusia yang masih punya nafsu dan punya kehendak.
Kendatipun dalam agama-agama eksoteris seperti Kristen dan Islam juga terdapat wilayah-wilayah esoteris, yaitu wilayah pemahaman kefilsafatan dan mistikal, tetapi tentu wilayah ini tidak populer. Para agamawan Kristen dan Islam yang mendalami ranah mistikal tidak terlalu menarik bagi kaum awam, sama halnya dengan agama-agama non abrahamik yang dari waktu ke waktu mulai ditinggalkan penganutnya.
Pada akhirnya kita semua memang perlu bercermin, melihat kelebihan dan kekurangan masing-masing. Hidup dalam ajaran yang terlalu eksoteris tentu tidak baik, sebab hakikat keagamaan menjadi kering, tetapi hidup dalam pemahaman yang terlalu esoteris juga tidak baik, sebab tidak aplikatif, sulit dipahami khalayak awam.
Dari statistik agama di atas menarik untuk dicermati bahwa Kristen dan Islam berada di jajaran tertinggi paling banyak kuantitas penganutnya. Artinya bahwa dua agama ini paling diminati di dunia, tentu saja bila kita mengabaikan kebijakan "pemaksaan agama" oleh pemerintah negara agama. Tapi setidaknya bila kita tilik dari sejak sekitar 1500 - 2000 tahun perkembangan agama ini, maka terbukti bahwa agama ini sukses menjadi pilihan sistem spiritualitas masyarakat.
Saya tidak sedang mengatakan bahwa secara substansial ajaran Kristen dan Islam lebih unggul daripada ajaran agama lain. Tetapi keunggulan kedua agama ini adalah pada sisi eksoteris-nya. Eksoteris maksudnya bahwa agama ini adalah agama yang terbuka, pragmatis, sederhana, gamblang, mudah dipahami dan mudah dijalani oleh para penganutnya, lebih-lebih kaum awam. Ibarat musik, maka Kristen dan Islam adalah jenis musik pop atau dangdut, peminatnya bisa siapa saja dan dimana saja.
Berbeda dengan agama-agama non abrahamik yang penuh pemahaman mistik, untuk mendalaminya perlu perenungan dan kontemplasi. Tidak ada pakem-pakem kaku, dogma-dogma kaku, agama dijalani dengan hati nurani dan budi pekerti. Tidak semua orang mampu bertahan dalam perenungan spiritual. Kebanyakan orang awam butuh pakem yang praktis dan sederhana. Larangan jelas dan perintah juga jelas. Hukuman jelas dan imbalan pun juga jelas.
Namun kelemahan agama-agama eksoteris adalah ia rawan dimanipulasi untuk kepentingan politik dan kekuasaan. Ketika agama eksoteris mulai dilembagakan, maka otoritas Tuhan mulai terbagi ke dalam otoritas lembaga agama. Dan ketika lembaga agama mulai berbicara, ini halal dan itu haram, maka lembaga agama mulai berfungsi sebagai perpanjangan kekuasaan Tuhan. Lebih-lebih karena tafsir atas pewahyuan Tuhan adalah nisbi, walaupun wahyu itu sendiri adalah mutlak. Sebab tafsir wahyu bukanlah domain Tuhan, tapi domainnya para pemimpin agama yang notabene adalah manusia yang masih punya nafsu dan punya kehendak.
Kendatipun dalam agama-agama eksoteris seperti Kristen dan Islam juga terdapat wilayah-wilayah esoteris, yaitu wilayah pemahaman kefilsafatan dan mistikal, tetapi tentu wilayah ini tidak populer. Para agamawan Kristen dan Islam yang mendalami ranah mistikal tidak terlalu menarik bagi kaum awam, sama halnya dengan agama-agama non abrahamik yang dari waktu ke waktu mulai ditinggalkan penganutnya.
Pada akhirnya kita semua memang perlu bercermin, melihat kelebihan dan kekurangan masing-masing. Hidup dalam ajaran yang terlalu eksoteris tentu tidak baik, sebab hakikat keagamaan menjadi kering, tetapi hidup dalam pemahaman yang terlalu esoteris juga tidak baik, sebab tidak aplikatif, sulit dipahami khalayak awam.
Halo pak, saya baru dapat tautan ini, saya lihat sudah lama ditulis sejak 2012.
BalasHapusSaya sudah kaji eksoteris dan esoteris, berkaitan dengan tulisan diatas, bahwasanya didalam ajaran agama terdapat satu kata yang sangat sakral yaitu IMAN (menurut sebuat kitab, Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.)
Untuk urusan yang satu ini dan bersifat pribadi anda akan menemui banyak sekali orang beragama yang begitu ekstrimnya memegangnya (pembela/pejuang iman). Memang tidak salah, karena iman adalah tiket masuk surga (bagi yang kenal apa itu surga).
Ada satu lagi kata yang banyak menjadi perdebatan yaitu FANATISME, menurut saya fanatisme yang sifatnya (lagi-lagi) pribadi sifatnya harus sehingga tidak akan terjadi ke-luntur-an, yang tidak boleh adalah fanatisme yang sifatnya memaksa pihak luar.
Didalam agama Abrahamik sekalipun baik itu Islam atau Kekristenan yang dibilang ditulis secara gamblang ternyata tidak mudah juga menterjemahkannya, contoh: Alkitab, makna ditampar pipi kanan berika juga pipi kirimu... perdebatannya sampai sekarang untuk menafsir. Di Islam dikenal istilah santri, abangan, dan priyayi yang mana menunjukkan kedalaman pemahaman akan ajaran agamanya...
Mudah? tidak juga.
Salam,
Winandhi
Jika saya amati, agama Abrahamik (misal Kristen dan Islam) bersifat dalil-sentris. Dalam seluruh implementasi religiusitas selalu berdasar atau bersumber dari Kitab Suci. Persoalan yang seringkali muncul kemudian adalah perbedaan penafsiran, dimana masing-masing penafsir memiliki kadar eksoterisme dan esoterisme yang berbeda. Dan jika mau jujur, biasanya umat awam akan lebih memilih tafsir-tafsir yang eksoteris, yang gampang-gampang saja untuk dipahami dan dilaksanakan. Para sufi yang biasanya selalu menyelami aspek esoteris tampaknya kurang mendapat tempat di tengah masyarakat modern yang sudah kadung memiliki pola pikir materialisme. Hal ini kiranay dapat menjadi perenungan bersama. Salam.
BalasHapus