Cari Blog Ini

Kamis, 05 April 2012

HIKAYAT SURTI DAN TEJO

Oleh: Lintang Wetan


Surti dan Tejo adalah dua remaja yang sedang hangat-hangatnya berpacaran. Setiap hari mereka selalu bertemu, kemana-mana selalu pergi berdua, serasa dunia ini hanya milik mereka berdua saja.

Melihat hal itu, Sang Romo berpesan pada Surti dan Tejo. "Kalian boleh pergi kemana-mana berdua, berpacaranlah sepuas-puasnya, tapi ingat satu hal jangan ada yang meremas-remas dua buah kuldhi itu. Nanti kamu jadi tahu rasanya dan akibatnya bisa buruk. Ingat itu baik-baik!"

Surti dan Tejo mengangguk tanda setuju dan kehidupan dua sejoli itu pun berjalan kembali seperti biasa. Roda-roda asmara mereka terus bergulir. Sesekali pesan dari Romo selalu teringat dalam sanubari, namun apalah daya pesan itu dalam gelegak asmara dua insan yang tengah mabuk kepayang.

Suatu ketika Sang Romo sedang tidak berada di rumah. Hanya ada Surti dan Tejo yang sedang duduk berduaan di sofa ruang tamu yang empuk. Mereka bercanda dan terus saja bercanda. Hingga tanpa sengaja tangan Tejo menyenggol salah satu buah kuldhi-nya Surti.

“Auw … !” teriak Surti kegelian dan langsung mendekap dua buah kuldhi-nya. Ada perasaan aneh yang berdesir-desir. Serasa sentuhan Tejo tadi membuat Surti sejenak melayang jauh ke awan.

“Maaf, Surti, aku nggak sengaja!” tukas Tejo.

“Hmm … nggak apa-apa.” Surti menimpali sambil tersipu.

“Ngomong-ngomong, rasanya gimana sih Sur?” tanya Tejo ingin tahu.

Surti hanya diam, dalam hatinya campur aduk. Tejo pun dengan naluri laki-lakinya semakin ingin tahu dan bertanya lebih jauh.

”Enak ya Sur? ......... Hmmm ... apa boleh kusenggol lagi?”

”Enak sih, tapi jangan Mas. Kemarin kan Romo sudah bilang kalau dua buah kuldhi-ku ini ndak boleh disentuh, apalagi diremas, nanti kita jadi tahu rasanya.” demikian jawab Surti.

”Ah, buktinya tadi kamu bilang rasanya enak. Berarti Romo itu bohong. Paling-paling Romo takut kita bisa jadi seperti dia, bisa merasakan enaknya buah kuldhi itu. Masak cuma Romo saja yang boleh merasakan enak, kita juga boleh dong, Sur!” kata Tejo mulai nakal dan mencari-cari alasan untuk akal bulusnya.

”Hmmm ... kalau dipikir-pikir betul juga sih!” gumam Surti perlahan.

Sesegera itu pula tangan Tejo mulai menyentuh dan meremas-remas dua buah kuldhi milik Surti. Surti pun tak lagi bisa menolak selain hanya membiarkan kenikmatan itu menderanya. Benar sekali bahwa buah kuldhi memang enak rasanya. Enaaaaak sekali. Deru nafas memburu, segala rasa tertumpah, Surti dan Tejo menari-nari dalam ketelanjangan cinta remaja. Jam dinding pun terus berdetak seiring dua sejoli ini tenggelam terlalu dalam di samudera asmara penuh nafsu liar. Biarlah yang terjadi ... terjadilah!

Seminggu sudah sejak kejadian itu Surti mulai mual-mual. Setelah diperiksa dengan tester, barulah ketahuan bahwa Surti telah hamil. Surti panik dan segera memberitahukan hal itu pada Tejo, sang kekasih. Tejo pun jadi ikut bingung. Akhirnya mereka berdua, dalam kepolosannya, bersepakat menyembunyikan kehamilan itu dari Sang Romo.

Tapi waktu terus bergulir dan perut Surti yang terus membuncit tak lagi mampu disembunyikan. Tak ayal lagi akhirnya Sang Romo pun tahu tentang kehamilan Surti dan langsung didera amarah besar. Ia memanggil Tejo untuk datang ke rumah Surti. Dua sejoli yang malang itu pun harus menghadapi sidang pengadilan Sang Romo.

”Tejo, bagaimana kok sampai bisa terjadi hal itu? Kenapa kamu meremas-remas dua buah kuldhi Surti?” tanya Sang Romo dalam murkanya.

”Anu... anu .... Romo, soalnya Surti itu sih menggoda aku. Waktu buah kuldhi-nya tanpa sengaja kusenggol, dia bilang enak rasanya. Ya .. akhirnya kusengol lagi, senggol lagi, lalu kuremas-remas, sampai terjadilah yang harus terjadi” jawab Tejo berkilah menyelamatkan diri dari kesalahan.

”Surti, ..... oaalah nduk, nduk, Romo kan sudah bilang kalau kamu nggak boleh membiarkan dua buah kuldhi itu diremas-remas, kamu nanti jadi tahu rasanya. Kalau sudah begitu pasti kalian akan jatuh ke dalam perbuatan yang tak seharusnya kalian lakukan. Kenapa toh nduk, kok kamu malah berani-berani menggoda Tejo?” tanya Sang Romo pada Surti.

”Ehmmm ... ehmmmm ....”. Surti bingung mencari-cari alasan. Pandangan matanya berputar ke sana-sini. Sampai akhirnya matanya tertambat pada lukisan di dinding rumah. Itu adalah lukisan hutan dan ada seekor ular yang bertengger di atas dahan sebuah pohon. Dalam kepolosannya, Surti pun mendapat ide alasan yang menurutnya bagus.

”Romo, saya tadi digoda oleh ular di lukisan itu. Tiba-tiba ularnya bisa bicara, dan katanya kalau dua buah kuldhi-ku ini diremas, rasanya pasti enak. Aku nanti bisa tahu rasanya seperti halnya Romo dulu juga pernah tahu rasanya.” Surti nyerocos dengan alasan yang tidak logis.

Sang Romo yang adalah sosok bijaksana tak sampai hati marah-marah pada kedua bocah remaja itu. Akhirnya kekesalannya dia tumpahkan pada lukisan ular di dinding. Sang Romo kemudian berujar lantang.

”Hai ular, terkutuklah kamu, kamu akan jadi binatang yang melata tanpa kaki dan makan debu tanah.”

Lalu Sang Romo melanjutkan, katanya:

”Hai Surti, kamu sudah hamil, jadi kamu harus menikah dengan Tejo. Kamu nanti akan merasakan sakitnya bersalin dan kamu tidak akan bisa senang-senang lagi seperti dulu. Kamu harus merawat anakmu dan mengurus pekerjaan rumah tanggamu. Sedangkan kamu Tejo, kamu akan menjadi suami dari Surti. Kamu juga tak akan dapat bersenang-senang lagi seperti dulu. Kamu sekarang harus bekerja keras membanting tulang untuk menafkahi anak istrimu. Hidup kalian berdua tak akan sama lagi. Kalian akan merasakan kerasnya hidup yang sesungguhnya.”

Sang Romo yang bijaksana membekali mereka dengan uang secukupnya untuk kontrak rumah dan biaya hidup mereka untuk beberapa waktu. Selanjutnya Surti dan Tejo harus mengusahakan sendiri penghidupan mereka di tengah dunia yang keras. Itulah kisah dua sejoli Surti dan Tejo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar