Oleh : Lintang Wetan
Dalam kasanah keilmuan ekonomi dikenal setidaknya dua prinsip nilai, yaitu Nilai Akuntansi dan Nilai Ekonomi. Dalam nilai akuntansi, segala pengorbanan dan hasil yang diharapkan hanya dinilai dengan nominal uang atau materi artifisial, sedangkan dalam nilai akuntansi segala sesuatu dinilai dari kemanfaatannya secara utuh, termasuk mempertimbangkan banyak hal yang tidak dapat diukur dengan uang. Prinsip ini selayaknya tidak hanya diterapkan dalam dunia bisnis saja, tetapi dapat diterapkan dalam berbagai bidang kehidupan sehari-hari.
Banyak orang berpikir dangkal dan terjebak dalam Nilai Akuntansi lalu mengabaikan Nilai Ekonomi. Umumnya mereka adalah pekerja keras yang hanya memikirkan masalah-masalah nominal. Mereka harus mengorbankan banyak hal dan hidup dalam ketidakseimbangan. Sebagian lagi memilih menempuh hidup dalam kemalasan dan moraliats rendah dengan menghalalkan kecurangan demi menumpuk materi.
Dalam pendalaman spiritualitas, seharusnya kita dapat menemukan banyak sekali hal-hal yang lebih berharga daripada uang. Saya tidak sedang berbicara bahwa uang tidak penting, tetapi saya sedang menekankan bahwa uang bukan segalanya. Keseimbangan atau harmonisasi hidup itulah esensi yang seharusnya kita kejar. Kehidupan modern dan materialis dewasa ini tanpa sadar telah menempatkan kita pada paradigma hidup yang materialistis. Kita telah kehilangan hal-hal esensial seperti kasih sayang, persahabatan, kejujuran dan pengabdian.
Parahnya kita tidak menyadarinya, karena sebagian kita telah tertambat pada dogmatika agama bahwa spirit materialisme tidak akan mungkin menyatu dalam praktik kehidupan beragama. Materialisme adalah milik mereka para sekularis dan para atheis. Faktanya "kanker" materialisme ini menggerogoti siapa saja, dimana saja, dan kapan saja. Kapan kita menjadi materialistis?? Ketika kita terjebak pada sesuatu yang artifisial (yang kulit-kulit, yang dangkal-dangkal), ketika kita menilai seseorang hanya dari penampilan luar, kekayaan yang dimiliki, status sosialnya, dan termasuk intensitasnya melakukan ritual peribadatan, ketika kita sudah membuat vonis terhadap seseorang hanya berdasarkan satu dua prasangka.
Nilai Akuntansi dan Nilai Ekonomi , dua hal yang tampaknya sama, tapi sesungguhnya amat sangat berbeda. Paradigma yang pertama akan menuntun anda pada nafsu dan ambisi, sedangkan yang kedua akan menuntun anda pada keseimbangan hidup.
Banyak orang berpikir dangkal dan terjebak dalam Nilai Akuntansi lalu mengabaikan Nilai Ekonomi. Umumnya mereka adalah pekerja keras yang hanya memikirkan masalah-masalah nominal. Mereka harus mengorbankan banyak hal dan hidup dalam ketidakseimbangan. Sebagian lagi memilih menempuh hidup dalam kemalasan dan moraliats rendah dengan menghalalkan kecurangan demi menumpuk materi.
Dalam pendalaman spiritualitas, seharusnya kita dapat menemukan banyak sekali hal-hal yang lebih berharga daripada uang. Saya tidak sedang berbicara bahwa uang tidak penting, tetapi saya sedang menekankan bahwa uang bukan segalanya. Keseimbangan atau harmonisasi hidup itulah esensi yang seharusnya kita kejar. Kehidupan modern dan materialis dewasa ini tanpa sadar telah menempatkan kita pada paradigma hidup yang materialistis. Kita telah kehilangan hal-hal esensial seperti kasih sayang, persahabatan, kejujuran dan pengabdian.
Parahnya kita tidak menyadarinya, karena sebagian kita telah tertambat pada dogmatika agama bahwa spirit materialisme tidak akan mungkin menyatu dalam praktik kehidupan beragama. Materialisme adalah milik mereka para sekularis dan para atheis. Faktanya "kanker" materialisme ini menggerogoti siapa saja, dimana saja, dan kapan saja. Kapan kita menjadi materialistis?? Ketika kita terjebak pada sesuatu yang artifisial (yang kulit-kulit, yang dangkal-dangkal), ketika kita menilai seseorang hanya dari penampilan luar, kekayaan yang dimiliki, status sosialnya, dan termasuk intensitasnya melakukan ritual peribadatan, ketika kita sudah membuat vonis terhadap seseorang hanya berdasarkan satu dua prasangka.
Nilai Akuntansi dan Nilai Ekonomi , dua hal yang tampaknya sama, tapi sesungguhnya amat sangat berbeda. Paradigma yang pertama akan menuntun anda pada nafsu dan ambisi, sedangkan yang kedua akan menuntun anda pada keseimbangan hidup.
nunut ngangsu ngeh
BalasHapus